Air Mata Untuk Ayah

Dalam lamunan malam ku persembah kan air mata ku , tuk mu yang ku rindukan, lewat jendela ku coba mengintip, dari kejauhan ku coba meraba dalam banyangan semu yang tak kunjung pasti. Terlihat wajah yang leleh, muka memerah dan tak pernah menyerah berjuang untuk mewujudkan impian ku.

Terkadang kau masih mau tersenyum padahal kau dalam linangan air mata kelelehan. Kututup mata ku namun wajah itu masih terlihat terang di benak ini. Ingin rasanya terbang dan memeluk hangatnya cintamu.... Ayah .........ku panggil kau dalam perantauan,

Betapa banyak perjuangan mu yang telah ku sia-siakan dengan kelalain ku, yang belum bisa membangga kan mu ayah. Kampus terbaik telah ayah pilih untuk pendididkan ku, rupiah yang telah kau ruah kan secara Cuma-Cuma belum bisa ku manfaatkan untuk mewujudkan impian mu. Ayah kini perjuangan ku belum juga berakhir dengan kemewahan batin yang memuaskan. Renungan malam itu membuat aku berfikir bahwa betapa banyak dausa yang belum ku tembus ke Ayah.

Akhirnya aku terlelap dalam tidur ku. Kring,,,kring..kring... bunyi alarm kecil di kamar kost ku yang selalu setia membangunkan subuh ku. Aku langsung bangun dan menyapa kamar mandi dengan segelenteran air wudhuk yang sangat mendamaikan qalbu ku kala itu. Pelan berjalan ku menuju sajadah merah yang dihadiahkan Ayah waktu hari ulang tahun aku. Air mata kembali membasahi pipi ku karena ayah tak bisa hadir di samping ku. Dalam ingatan ku hanya ada pesan Ayah kala itu “Ayah pernah berpesan, duhai anak ku... Ayah hanya ingin kamu berhasil”.

Dalam linangan air mata ku lanjutkan shalat ku. Selesai shalat, ku persembahkan segenap do’a untuk Ayah yang jauh dimata tapi tak pernah jauh di hati. Pagi itu, senyuman ku perlihatkan untuk orang-orang disekeliling ku. Semangat yang sangat besar ku ulurkan di kampus hari itu, meskipun ada sebagian mereka yang kurang suka dengan diriku. Tapi semangat tak boleh pudar dalam tubuh ku. Karena Ayah adalah kebahagiaan ku. Cinta....suara serak itu memanggil nama ku.

Mata ku terlelak langsung kearah suara itu, rupanya dia adalah Raka yang tak pernah sinis pada ku. Aku menjawab panggilan itu dengan senyuman. Lalu dia berkata pada ku “duduk lah disamping ku Cinta”. Hehe .. ia jawab ku. kemudian aku dan Raka berbicara banyak tentang pribadi masing-masing. Tema cerita ku tetap ayah sebagai pahlawan hidup ku, aku bercerita tentang kebaikan dan perjuangan ayah terhadap pendidikan ku, aku juga bilang bahwa ayah pernah berpesan untuk tidak pernah menyerah dalam berperang meraih kesuksesan.

Raka begitu serius mendengar cerita ku. Raka berkata “pasti ayah mu sangat baik ya Cin..? secara spontan ku menjawab “ia”. Lagi asik bercerita yeh malah pak dosen keburu datang, berakhir dech ceriata nya. Hehe..... tak terasa jam kuliah berakhir saat mahasiswa sedang asyik mengerjakan midtem. Langsung ku serahkan lembar jawaban ke pak dosen, lembar itu di periksa langsung, pak dosen melihat ku dan kasih aku hadiah senyuman hari itu.

Aku pun tak segan membalasnya dengan senyuman manis yang biasanya hanya ku hadiahkan untuk Ayah. Raka mengajak aku pulang dengannya, namun tawaran itu harus ku tolak karena pesan Ayah yang tak pernah terlupakan di benakku, Ayah pernah berpesan yang bahwa “setiap orang yang mau dekat dengan kita pasti ada tujuannya”. Dan Raka sangat memahami itu. 15 menit kemudian aku sampai di kost badan ku lemas, letih dan lelah, ingin rasanya di pijit dan di manja tapi apa kandaya Ayah jauh disana kehangatan itu hanya ada dalam rindu dan harus tertunda walau berbataskan waktu. Walau dalam kondisi yang seperti itu aku tetap bersemangat demi Ayah, tugas kampus yang sudah menumpuk langsung ku buka dan mengerjakannya. Hari semakin gelap, pertanda malam akan segera menyapa. Ibu kos memanggil ku untuk makan malam bersamanya.

Makan malam yang sudah di persiapkan ibi kos ku santap dengan lahap, karena perut yang memang sudah dari tadi lapar ( hehe ). Selesai makan ku pamit untuk melanjutkan tugas kampus yang belum kelar. stelah menyelesaikan tugas kampus ku beranjak menuju lemari buatan ayah, di pintu lemari terlihat foto ayah yang sedang mengendong ku, aku kelihatan lucu sekali dan ayah kelihatan semangat mengendong putri kecilnya yaitu aku.

Ku raba foto itu dengan penuh kesedihan, rasanya ingin sekali memeluk Ayah. Dan saat itu ku buka laci kecil dalam lemari, disitu ada kertas bertulis alami tangan ayah, aku belum pernah membuka kertas itu sebelumnya. Karena baru kali ini aku melihatnya, sebab kertas itu ditutupi sapu tangan Ayah yang sengaja Ayah simpan sebagai pengobat luka ketika aku merindukan Ayah. Kertas itu sepertinya sangat berharga isinya, ku buka pelan lipatan kertas itu, perlahan tulisan Ayah Bisa terlihat, sampai akhirnya ku baca isinya. Rupanya di situ ada sejuta nasehat dan motivasi untukku.

Di situ Ayah berpesan dalam pepatah Aceh “wahai aneuk lon, ta jak ube let tapak,taduk ube let punggong, tangui ban laku tuboh ta pajoh ban laku atara”. Ayah juga berpesan tentang moral “wahai anak ku dunia ini kotor, maka janganlah kamu menjadi penyebab kekotorannya, namun apabila kamu telah menyentuhnya maka cucilah tangan mu”.

Ayah juga berpesan tentang hidup bermasyarakat dan sebagainya. Membaca pesan itu air mata membanjirii pipi ku, aku terdududk dalam lemah tak berdaya. Aku merasa sungguh tak berguna menjadi seorang anak untuk Ayah. Betapa banyak pengorbanan Ayah yang belum bisa ku hargai. Tangis ku kian memuncak saat mengingat pesan Ayah supaya aku bisa mendapatkan IP terbaik di kampus, namun itu belum bisa ku wujudkan kerena kelemahan keberanian yang belum juga bisa ku sempurnakan.

Terbaring ku dilantai, terlelep ku dalam larutan malam yang kian sunyi dan mencekam. Aku tertidur dalam harapan yang belum kunjung bisa ku wujudkan. Ayah..... ku sapa di alam mimpi, di sana terlihat Ayah yang sedang memegang erat tangan ku, Ayah kala itu berpakaian putih dan aku juga berpakain sama seperti Ayah, tapi tiba-tiba Ayah melepaskan pegangannya aku memanggil-manggil Ayah namun Ayah terus berlari dan sesekali menoleh ke belakang dengan memberi ku senyuman, seolah isyarah perpisahan selamamya tergambar jelas di mata Ayah, aku terus mengejar Ayah dengan penuh ketakutan, tapi semakin ku kejar, Ayah semakin jauh dan tiba-tiba Ayah menghilang di depan ku.

Saat itu aku sangat takut karena ayah meninggalkan ku didalam kegelapan, aku menangis histeris dalam mimpi ku, tak hentinya nama Ayah kusebut. Sedang ku menangis, tak ku sangka ternyata tiba di belakang ku seorang sosok lelaki yang wajahnya tak ku kenal sama sekali, laki-laki itu merangkul ku dan dia mengusap lembut air mata yang membasahi pipi ku. wajahnya sangat berseri, bibirnya merah merona lembut katanya membuat batin ku tersentak keras. Aku sangat ingin kenal dia, tapi makin ku pandang, smkin ku tak kenal dengan wajah itu. Aku ingin meraba pipinya, tapi dia pelan-pelan pergi dari hadapan ku.

Aku terdiam tanpa bisa berkata apa-apa. Lalu ku sapa merpati putih yang sedang hinggap di pohon cemara seolah dia berkata pada ku. Duhai Cinta sahabat ku , kamu tau siapa pemudA tampan itu...? dia adalah pemuda yang akan menjadi obat dalam hidup mu kelak, maka cari dan jagalah ia. Mimpi ku berakhir setelah merpati putih itu terbang meninggalkan ku. Dan saat itu pula aku terbangun karena suara kicauan burung di angkasa sana yang riuh tak terkirakan. Aku bangun dalam kebingungan, mimpi semalam kian menghantui ku.

Aku tak ingin kehilangan Ayah seperti yang ada dimimpi ku, tapi aku sangat ingin soksok pemuda yang ada dalam mimpi itu. Lalu kedua tangan ku mengulur memanjatkan doa kepada sang khaled, ku memohon agar Ayah baik-baik saja, dan pemuda itu cepat ku temukan. Amiin ya Allah. Dengan semangat yang baru ku bangun dan beranjak dari tidurku. Ku mulai beraktifitas kembali walau mimpi itu masih sangat menghantui ku. FAKULTAS EKONOMI JURUSAN AKUNTANSI adalah tempat ku kembangkan bakat ku sebagai tujuan ku hari itu, ku langkah pelan menuju kampus, di jalan aku bertemu Raka.

Dia kembali menawarkan ku untuk kekampus bersamanya, tapi tawaran itu lagi-lagi ku tolak. Aku lebih memilih jalan kaki menuju kampus. Sampai di kampus ku tekuni kewajiban ku, perlahan Raka sering memandang ke arah ku, mengintip pandangan dan sesekali menaruh perhatian yang tak biasa. Mulai terfikirkan oleh ku apakah Raka adalah pemuda yang datang dalam mimpi ku semalam. Ciri-cirinya memang tidak jauh, tapi sayang karena aku tidak mengenal wajah pemuda dalam mimpi itu. Ku gelengkan kepala dan nafas ku tarik dalam-dalam dan ku hembus pelan-pelan.

Rasanya tak ingin memikirkan hal yang berlebihan seperti itu. Cinta... panggilan itu mengejutkan ku. Ia jawab ku... boleh saya pinjam buku catatan mu itu? Suara itu kembali menyentak batin ku, ia boleh,,,ambil saja. Kalian tau siapa dia??. Dia adalah Raka orang yang ku pertimbangkan dalam kebenaran mimpi itu. Kemudian buku catatan itu langsung ku serahkan pada Raka. Raka mengambilnya dengan memberi ku satu senyuman yang sangat berkesan seperti senyuman dari seorang laki-laki yang hadir dalam mimpi ku.

Setelah menyerahkan buku catatan itu aku pamit duluan pulang. sampai di rumah kos, tas dibahu yang dari tadi tersangkut ku letakkan di lantai lalu kertas-kertas dalam tas, ku buka satu-satu dan langsung ku kerjakan tugas-tugas kampus yang sudah menumpuk. Tiba-tiba bayangan Ayah kembali hadir dalam ingatan ku, terpaksa harus kembali menangis. Tapi kali ini aku tidak ingin berhenti belajar, demi mendapatkan IP yang Ayah inginkan. Kring,,,kring...bunyi hp ,, nomor Ayah terlihat menelpon ku. senang rasanya dan lansung ku angkat berharap ada kabar gembira dari Ayah. Cinta... suara Ayah mulai ku dengar, tapi suara itu sudah sangat lelah seakan sebentar lagi akan karam dalam pusara hitam yang tak kan pernah muncul lagi.

Aku sangat sedih, tapi panggilan Ayah ku saut dengan semangat yang tak meragukan Ayah. Lalu Ayah berkata “anak ku sampai dimana sudah perjuangan mu, apakah IP mu sudah bagus? Aku menjawab,, semester ini belum pengumuman tentang nilai, ujian akhir semesterpun juga belum Ayah, tapi Cinta janji sama Ayah kali ini Cinta pasti akn mendapatkan nilai terbaik di kampus, Ayah tenang aja ya. Ayah tersenyum dan menjawab ia,,,. Lalu Ayah pamit mau kembali bekerja.

Ayah ku adalah seorang penjual saur dikaki lima, keadaannya yang sudah sangat lemah tapi tetap punya semangat besar untuk memberiku pendidikan. Caci maki dari oarng-orang sudah sangat sering Ayah terima, namun Ayah ku tidak pernah mau menyerah. Ayah ku adalah Ayah yang sangat baik yang pernah diciptakan Allah. Ayah adalah cahaya bagi ku, Ayah adalah mutiara berharga bagiku, Ayah adalah intan yang bersinar bagi ku dan Ayah adalah batu jamrut di antara batu kali bagi ku.

Tak ada yang bisa menggantikan Ayah disisi ku. Ayah adalah hidup ku, Ayah adalah kebahagiaan ku. Tak ada satu pun boleh menyakitinya. Bagi ku Ayah adalah nafas ku. Telpon ditutup, suara Ayah menghilang seketika. Sekedar rindu sudah terlepaskan, namun masih ada kesedihan karena melihat keadaan Ayah yang sudah sangat lemah. Takut ketika harus kehilangan Ayah seperti di mimpi ku kala itu, namun smuanya ku pasrahkan kepada Allah.

Lalu ku berwudhuk dan shalat ashar, tiba-tiba terdengar suara motor dari luar yang sudah berhenti di halaman rumah ibu kos. Assalamu’alaikum ..... suara seorang laki-laki yang telah mendakdukkan jantung ku, suara salam itu tak ada yang menjawab karena aku sedang shalat dan ibu kos sedang tidak dirumah.

Selesai shalat tanpa buka mukena langsung ku sapa tamu itu lewat pintu depan rumah ibu kos, ternyata dia adalah Raka. Yeh Raka kata ku,,ada apa ya Raka? Raka menjawab ini Cin,,, saya mau kembaliin buku catatan kamu yang aku pinjam tadi, loh emang udah siap kamu pakai Raka?? Kan baru kamu pinjam tadi pagi. Ia Cin kata Raka, aku dah selesai memakainya. Masuk yok Raka... aku mengajak Raka sebagai sapaan seorang tuan.

Tapi Raka menolaknya dan Raka langsung pamitan untuk pulang. Mata ku terus mengikuti jejak langkah Raka, pandangan itu bercampur dengan kasih dan sayang seakan aku ingin memilikinya. Sosok Raka kemudian hilang dari pandangan ku, baru kemudian aku masuk kedalam dan membereskan perangkap shalat ku. Hari semakin gelap suara manusia kian riuh, ada yang pergi belanja, jalan-jalan dan sebagainya, sementara aku duduk termenung di teras dengan aiar mata yang berlinang karena Ayah tidak di dekat ku.

kemudian dari jauh sana terlihat ibu kos pulang bersama suaminya dengan membawakan makanan yang cukup banyak. Kemudian aku diajak makan bersama malam itu. Hari berganti hari, rindu terhadap Ayah juga tidak pernah hilang di benak ku. perjuangan ku juga tak pernah ku hentikan hingga aku bisa mewujudkan cita-cita Ayah. Kini ujian semester menyapa ku, aku berjuang mati-matian demi IP yang Ayah inginkan bisa ku penuhi.

Dengan perjuangan keras yang sealu saya lakukan akhirnya IP tertinggi bisa ku peroleh, bahkan aku bisa mengalahkan Raka yang terkenal sebagai mahasiswa yang sangat jenius di Fakultas Ekonomi. Kabar gembira ini tidak saya kasih tau langsung kepada Ayah karena saya ingin membuat sebuah kejutan luar biasa untuk Ayah. Aku juga akan pulang menjenguk Ayah, karena kuliah yang sudah libur. Saat itu hati ku sangat gembira, smua barang-barang sudah ku kemas rapi dalam tas jahitan Ayah.

Dalam hati aku berhata “Ayah ,,,, aku akan segera pulang dengan membawa hasil ujian ku yang sangat memuaskan, aku sudah bisa memenuhi keinginan Ayah, dan ini adalah bahagia ku Ayah. Aku berharap Ayah slalu baik-baik saja disana, dan tunggu aku pulang sebentar lagi Ayah. Tak sabar ku menunggu hari esok, karena Ayah sangat aku rindukan. Pagi itu disaat aku akan berangkat pulang, tiba-tiba HP ku berbunyi dan ternyata tetangga rumah ibu Misna yang menelpon, suaranya tergesa-gesa, panik seolah ada kejadian yang sangat menakutkan.

Suara tangis ibu Misna pelan-pelan terdngar di telinga ku, ibu Misna tidak berani berkata, aku terus bertanya ada apa bu..? lalu Ibu Misna menjawab “Cinta,,,kamu cepat pulang karena Ayah mu sakit keras. Kemudian aku menjawab “ia bu, saya sedang berangkat pulng ini, saya sengaja tidak kasih tau Ayah karena saya ingin kasih Ayah kejutan. Tangis Ibu Misna kian memuncak mendengar kata-kata ku. lalu ku juga berpesan pada Ibu Misna untuk menjaga Ayah sebentar lagi karena saya akan segera pulang. Dan Ibu Misna menjawab “ia”. Lalu ku tutup telpon ku dan berharap banyak untuk bisa melihat Ayah tersenyum walau dalam kondisi Ayah ynag sudah sangat lemah.

Dalam perjalanan pulang aku merasa tidak enak dan sangat tidak nyaman, Ayah selalu dalam pikiran ku. gunung selawah sudah ku lewati pertanda bahwa kampung halaman ku akan segera tiba. Kemudian terlihatlah sebuah tugu di persimpangan pertanda bahwa aku akan turun disana dan itulah tempat aku dilahirkan oleh seorang wanita mulia yang bernama Fatimah, beliau adalah ibu ku yang tak pernah sempat ku lihat wajahnya, karena beliau harus kembali di sisi Allah ketika akau dilahirkan. Mengenang sosok seorang Ayah saja aku sudah tak tahan untuk menangis apa lagi mengingat seorang ibu yang tak sempat ku cicipi kasih sayangnya.

Rasanya sangat terpukul air mata membanjiri pipi ku, namun senyum tetap ku tebarkan karena kampung ku sudah ada di depan mata. Ku berjalan dari persimpangan menuju sebuah gubuk kecil yang ada di ujung desa Barona. Mata ku terbelalak. Mulut ku tersenyum manis untuk orang-orang di sekeliling ku tapi mereka menatap ku aneh seolah ada kejadian yang sangat menyedihkan. Lalu sampai di pagar rumah kulihat orang-orang kampung ku berkumpul di rumah ku. Bendera merah di depan rumah ku membuat hati ku seakan diiris pedang karena pertanda bahwa ada musibah di rumah ku. kemudian aku berlari menuju pintu rumah.

Di situ terlihat Ayah ku yang sudah tak bernafas lagi, matanya tertutup, telinganya sudah tak bisa mendengar panggilan ku lagi. Tubuhnya terbaring di tikar, kaku tak berdaya, bibirnya pucat sudah tak bisa memberi ku nasehat lagi. Malaikat telah mencabut nyawa nya dan memisahkan aku dengan Ayah. Ayah ku telah pergi jauh dan tak kan pernah kembali lagi, mimpi ku kini telah menjadi nyata ketika aku belum sempat memberi tahu Ayah bahwa aku mendapatkan IP terbaik di kampus. KHS kini seolah menjadi kertas yang tak berharga di tangan ku, karena Ayah telah tiada. Kado terindah ternyata tak sempat ku berikan untuk Ayah.

Semua telah jadi kenangan, kini aku tinggal sendiri seoalah harapan kini menjadi suram. Pemakaman Ayah sudah selesai, aku mencoba masuk ke kamar. Disana terlihat sejuta kenangan. Aku kembali teringat masa kecil dimana Ayah mengajari ku sepeda di halaman kecil rumah ku. Menggendong membawa aku kerumah sakit saat aku sakit keras, Ayah juga sering menggedong ku saat aku terlambat mau kesekolah, beliau mati-matian berlari supaya aku tidak terlambat ke sekolah. Ayah ,,,,,( ku panggil namanya dalam hati kecil ini ) engkau pahlawan tanpa tanda jasa, kasih sayang mu tidak dapat dibalas dengan harta, pengorbanan mu tak pernah ada akhirnya, Ayah,,,doa mu tidak dapat ditandingi dengan nuklir dan amnisi, kesetiaan mu tak dapat di beli, dengan mutiara dan intan baiduri, Ayah,,,kini engkau telah pergi, percikan kasih sayang masih terpatri, Ayah bersama mu adlah hal yang terindah, maf dari ananda mohon diperkenan kan, Ayah,,, perjuangan mu akan tetap ku lanjutkan, air mata ini selalu akan menjadi doa untuk mu Ayah ku.

Ayah ,,,terima kasih atas smaua pengorbanan mu, yang telah rela menjadi miskin demi kebahagiaan ku, yang telah rela menjadi bodoh demi kejeniusanku, yang telah rela kehujanan dan kepanasan demi pendidikan ku. Ayah,,, semoga keringat mu akan digantikan dengan air kalkausar didalam syurga firdaus. Dan semoga air mata mu akan menjadi pemadam api neraka kelak. Ayah,,, doa ku selalau untuk mu. Tiba-tiba ibu Misna datang menghampiri ku.

Dia memeluk dan mencium kening ku, dan mengajak ku tersenyum dan tetap tegar meski Ayah telah tiada. Kemudian aku menelpon Raka untuk memberi tau kabar sakit ini. Raka sangat khawatir dan dia ikut berduka cita. Setelah sebulan saya dikampung, aku kembali ke alam perantauan. Perjuangan harus tetap aku lanjutkan, kini aku harus bekerja untuk membiayai kuliah ku. setiap pagi saya harus membantu ibu kos untuk jualan nasi, itulah pekerjaan baru ku kini. Aku terpaksa harus bekerja keras untuk melanjutkan perjuangan ini.

Atas nama Ayah aku akn selalu bersemangat meskipun hujatan dan cacian adalah makanan sehari-hari ku. hari berganti hari, bualan berganti bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun. Akhirnya kuliah berhasil aku selesaikan. Kabar Raka kini aku sudah tak tau, karena dia telah pergi ketanah Jawa untuk melanjutkan cita-citanya, kabar terakhir yang ku dapatkan tentang Raka adlah kini dia telah menjadi seorang anggota dewan di kursi DPR. Aku semakin merasa tidak mungkin untuk memiliki Raka lagi, harapan ku putus sudah. Sementara aku kini hanya bekerja di sebuah kantor pemerintahan kecamatan sebagai karywan honorer.

Setelah 3 tahun aku berpisah dengan Raka, akhirnya Raka menemui ku dikantor. Dia sengaja menghampiri ku, untuk melihat kondisi dan keadaan ku. dia menyapa ku bdengan kelembutan yang sangat mirip dengan Ayah. Disitu dia juga melamar ku, kemudian dia kasih aku alasan kenapa dia pergi tanpa kabar. Rupanya dia pergi hanya untuk kembali, dia pergi untuk berjuang memperoleh pekerjaan demi mendapatkan dan membahagiakan ku. kini aku hidup mewah dalam keimanan dengan pemimpin rumah tangga yang sangat mulia hatinya.

Mimpi ku smua telah menjadi kenyataan, Ayah telah pergi jauh dan tak kan pernah kembali. Dan Raka datang sebagai pengganti sosok Ayah di sisi ku. Terima kasih Tuhan atas smua rencana indah mu. Kini Engkau telah memberi ku senyuman setelah aku menangis, sebagaimana Engkau selalau memperlihatkan pelangi setelah hadirnya hujan. Tuhan.. kebahagian ku saat ini semuanya ku persembahkan untuk Ayah yang telah lama meninggalkan aku.

Semoga Ayah selalau dalam ampunan mu. Sekali lagi syukur ku pada Mu rabb, terima kasih Ayah , salam santun ku untuk mu suami ku tercinta Raka Urbaningrum yang telah menerima aku setelah Ayah pergi.

0 Response to "Air Mata Untuk Ayah"

Post a Comment