Langit malam
pancarkan cahaya rembulan berseri-seri bersama indahnya bintang yang berkelap
kelip diangkasa jauh terpandang ingin menggapai cahaya nan megah itu. Malam
emakin mencekam, suara burung-burung telah lenyap ditelan senja. Ditaman indah
itu terlihat eorang bidadari yang sedang hayut dengan lantunan ayat uci
Al-quran. Dia gadis yang sangat cantik berparas budi nan anggun. Dibawah pohon
rindang tepat disebuah taman pondok pesantren Nurul Huda dia berteduh dengan
mendekap erat Al-Quran kecil ditangannya.
Dia memang gadis
yang luar biasa, disaat teman-teman yang lain terlelap tidur namun dia masih
sangat menghafal kalam-kalam suci yang mulia. Malam semakin larut, gadis itu
terlihat masuk ke dalam kamar untuk beristirahat. Tepat disepertiga malam gadis
ayu itu bangun memenuhi panggilan jiwa umtul beratu dibawah tahajjud. Kala itu
dia menangis da mencurahkan emua isi hatinya dihadapan Allah. Dialah gadis
mulia yang menjadi idaman kaum pria.
Pagi telah
menjemput malam, kicauan burung mulai terdengar suara azan yang gadis cantik
yang bernama “Izza” itu terbangun untuk memenuhi panggilan-Nya. Itulah waktunya
dia kembali untuk curhat kepada sang pemilik hati. Wanita yang terlihat tegar
ini selalu rapuh ketika sudah berkomunikasi dengan Allah.
Menteri pagi
semakin terang. Embun-embun mulai mengering dan kupu-kupu semakin banyak
terbang meliliti sang bunga yang sedang mekar ditaman indah. Halaman pondok
mulai ramai dengan seragam daan berbagai macam aktivitas. Izza kelihatan sangat
anggun berseragam abu-abu. Kerudung putihnya terurai indah ampai kepinggang.
Auratnya tertutup rapi dan bibirnya berseri dengan kalam ilahi. Linglung
seolah-olah sedang mencari sesuatu yang hilang. Dari sudut selatan pustaka
terlihatlah Ustadz Raffi yang sedang menikamati hafalan Al-Quran. Izza
kelihatan senyum-senyum sendiri. Sore itu kembali bertemu dikelas pondok dengan
Pak Ustadz Raffi untuk belajar masalah Fiqah.
Jantung Iza
berdebar kencang seakan takut dan malu dan malu berhadapan lagi dengan Ustadz
Raffi. Sahabat karibnya bernama Misnacmelihat ada yang aneh dengan temannya
Izza. Namun Misana tidak mau menanyakan apa-apa. Izza kelihatan santun
mendengan bait demi bait penjelasan Ustadz Raffi. Ilmu yang dicurahkan oleh
Ustadz Raffi diserap Izza dengan baik karena Izza adalah seorang gadis cerdik
disekolah dan juga dipondok.
Malam Tahajjud
kembali ditekuni gadis mungil itu. Dia curhat kepada Allah dengan sebaik doa
agar dia dijodohkan dengan Ustadz Raffi. Pena menari diatas selembar kertas
putih. Surat untuk Ustadz Raffi mulai ditulis.
Duhai rembulan indah.Nama mu kupahat dadalam hati.
Wajah mu tersimpan rapi dan tak mau seorang pun yang mampu mengintip perasaan
ku. Kepada Allah Ku curahkan semua kerinduan ku terhadap mu. Meskipun Allah
sampai sekarang belum mengkhabarkan ku tentang bagaimana kerinduan mu.
Duhai sang permata. Aku selalu berdoa dalam tahajjud
ku. Semoga keindahan akhlak mu tidak pudar oleh pengaruh dunia semakin durjana.
Rindu ini ku titip lewat Tuhan yang menciptakan hatiku dan hatimu. Semoga Allah
mempersatukan kita dalam ikatan sakral yang halal.
Surat yang
ditulis Izza tersebut tidak pernah dia layangkan ke alamat Ustadz raffi, akan
tetapi surat tersebut disimpan rapi dalam peti lemari. Tak terasa cinta diam
Izza sudah tersimpan selama satu tahun namun ras cinta Izza belum juga
terjawab. Sungguh wanita yang luar biasa tetap tekad menjaga kehormatannya
walau cintanya tak bisa di bendung. Selama satu tahun hubungan Ustadz Raffi dan
Izza semakin akrab, banyak yang mengira kalau mereka memiliki hubungan yang
special. Izza selalu menampilkan wajah yang ceria penuh tawa dan penuh
persahabatan. Semua tampil biasa-biasa saja, walau kenyataannya ada hati yang
luar biasa dan tergambar sosok malaikat idamannya.
Waktu terus
berlalu hubungan itu masih dalam mimpi dan angan saja. Asa berganti senja,
musim hujan berganti kemarau semua mengalir dan bermuara ke laut tanp khabar
dan berita. Sepucuk surat baru kembali ditulis oleh sang jiwa yang sedang
berdiam menahan cinta dan rasa yang mendalam. Kali ini dalam menuls surat Izza
kelihatan sangat lemah dan tidak ceria biasanya. Karena Izza sedang dirawat di
Rumah Sakit. Ternyata Izza menderita kanker otak. Memang tak banyak orang yang
mengetahui penyakit yang mengidap di otak Izza.
Ruang putih nan
bersih itu menjadi tempat pertama kali Izza menulis surat dalam keadaan
berwajah kusut.
Untuk kamu yang
selalu ada dalam doa ku. Tuhan mempekenalkan mu kepada ku. Lewat pendidikan
yang ku tekuni. Dipondok pesantren Nurul Huda cinta ku bersemi dan berkembang.
Walau hanya dalam diam dan kau tak pernah mengetahuinya namun engkau tetap yang
ku cintai
Duhai bulan.
Cahaya wajah mu bagaikan permata dilaut biru merona
bagai emas murni yang sangat berharga.
Duhai bulan.
Kini tubuh ku kian melemah, nadi ku bekerja lambat,
nafas ku tersa berat, sesak dada yang kini ku rasa mungkin pertanda hidup ku akan segera tamat.
Cinta yang ku milik sekarang tidak akan pernah pudar
walau denyut jantung ku akan segera tamat.
Duhai bulan.
Suntikan dokter kini setiap jam menusuk tubuh ku. Obat
yang kuminum seakan sudah tak berfungsi. Aku ingin menjadi makmum shalat mu
saat nafas terakhir ku. Tak itu hanya harapan yang tak pasti. Aku berharap kamu
bisa mengerti akan cinta diam ku yang telah lama aku simpan dalam relung hati
yang mendalam. Aku sangat takut jika khabar terakhir dari mu menyakitkan hati
ku. Tapi akau akan tetap menerima kenyataan dan ketetapan Tuhan tetang kita.
Jika aku pergi terimalah Rindu Cinta Tahjjud
ku.
Surat itu
disimpan Izza dibawah bantalnya. Belum juga dia memiliki keberanian untuk
menyampaikannya kepada Ustazdz Raffi. Namun Izza sangat berharap Ustadz raffi
datang menjenguknya yang sedang berbaring lemah dirumah sakit. Namun harapan
Izza punah saat melihat Misna datang sendiri menjenguk nya di ruang putih. Izza
tersenyum manis menyapa kedatangan sahabat karibnya Misna. Dalam perbincangan
keduanya lalu Misna memegnag tangan Izza seraya berkata “duhai sahabat karib ku
Izza, aku punya kabar gembira untuk mu. Yang bahwa setelah lulus SMA saya dan
Ustazd Raffi akan Segera menikah. Mungkin aku tidak bercerita selama ini kepada
mu Izza tentang hubungan spesisial ku dengan Ustadz Raffi. Tapi sekarang aku
amu berbagi kebahagian kepada. Ku harap kamu bisa sembuh saat hari pernikahan
kun anti.
Air mata Izza
berlinang membasahi pipi. Seakan hatinya tambah hancur dan ingin segera
mengakhiri hidupnya. Lalu Izza mengangguk-nganggung kepalanya sebagai tanda ia
akan hadir di pernikahan sahabat karibnya. Mentari mulai padam, malam menyapa
siang. Misna pun pulang dengan wajah yang ceria bercampur cemas. Ia penasaran
kenapa Izza menangis ketika mendengar berita gembiranya. Sampai dipondok,
dikamar tercinta Izza dan Misna. Terlihat lemari Izza yang sudah mulai
berantakan, hingga akhirnya Misna mencoba merapikan lemari Izza. Lalu Misna
menemukan sebuah peti kecil dan membukanya. Isinya adalah selembar kertas yang
berisikan sebuah tulisan pena Izza. Tanpa menunggu lama Misna langsung
membacanya. Dan dia sangat terkejut melihat isi surat itu from Izza To Ustadz
Raffi.
Dengan meta yang
berkaca Misna datang menemui Ustadz Raffi yang sedang duduk di pustaka Pondok
Pesantren. Surat Izza langsung diperlihatkan kepada Ustadz Raffi, sejenak di
bacanya. Kemudian Misna mengajak Ustadz Raffi untuk menemui Izza dirumah sakit.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit Misna menangis dan merasa bersalah.
Sementara Ustadz Raffi terdiam dengan penuh kecemasan. Lalu Misna berkata
“Ustadz Raffi, apakah kamu benar-benar mencintai ku karena Allah? Bila ia maka
tinggalkanlah aku demi sahabat ku Izza. Tolong nikahi Izza walau aku juga sangat
mencintai mu. Lalu Ustadz Raffi menjawab “Aku mencintai mu dan juga mencintai
Izza”. Hanya saja aku memilihmu karena tuhan memperlihatkan mu dalam
istikharahku. Saat itu ku melihat Izza akan dipinang oleh lelaki yang bersurban
putih dan berpakain putih. Sementara kamu duduk sendiri diteras rumah mu.
Karena itu aku memilih mu.
Sampai di rumah
sakit, tak sabar Misna segera menemui Izza. Namun ternyata dari ruang
operasi keluar sekujur tubuh manusia
yang sudah tak bisa bergerak dan berbicara. Tubuhnya kaku dan pucat. Bibir yang
biasa nya bersuara kini terdiam tanpa bahasa dan sapa. Kain putih telah menutup
seluruh tubuh hanya wajah mungil dan cantik Izza yang keliatan bercahaya seakan
benar-benar lelaki bersurban putih telah menjemputnya. Dari arah timur terlihat
Misna dan Ustad Raffi tercengang dan merasa sangat kehilangan. Hingga sampai
kepemakaman Misna dan Ustadz Raffi menemani kepergian Izza. sebulan berlalu
Izza pergi ke hadapan Allah, hingga akhirnya Ustadz Raffi bukanlah jodoh Izza
melainkan jodoh sahabat sebantalnya Misna. Namun cinta Izza akan terus hidup
bersama Rindu Cinta tahajjud.
Selamat jalan
Izza cinta mu akan selalu ku jaga bersama sahabat mu hingga kita akan bertemu
kembali di syurga (Tulis Ustadz Raffi di akun sosialnya)
0 Response to "Rindu Cinta Tahajjud"
Post a Comment