Sepetak ladang
yang terletak dikaki gunung berseberangan dengan aliran sungai yang begitu
panjang. Airnya jernih dan terasa sejuk bila kita menyentuhnya. Di seberang
sungai panjang itu ada sebuah gubuk kecil yang dihuni seorang perempuan tua dan
seorang anak bidadari kecil yang cantik jelita.wanita tua itu terlihat sangat
semangat disetiap pagi giat membacak sepetak ladang yang ada diseberang
gubuknya. Wanita tua itu membesarkan bidadarinya sendiri tanpa suami, karena
suaminya telah lebih dulu dipanggil sang khalik. Hari demi hari putri kecilnya
tumbuh semakin besar wajahnya kelihatan semakin ayu dan imut. Wanita tua itu
sangat menyayangi anaknya dan selalu member yang terbaik untuk buah hati nya
yang bernama Farah.
Kini Farah telah
menjadi seorang gadis yang sangat cantik, wajahnya bisa memikat kaum adam yang
melihatnya. Matanya yang sayu, bibirnya yang merah, hidungnya yang mancung dan
rambutnya yang terurai panjang menjadi lukisan indah bagi bentuk tubuhnya.
Kulitnya yang putih berseri bagaikan bidadari itu menjadi penyebab Farah tidak
pernah mau ke ladang untuk membantu ibunya.
Farah sering
malu dan memarahi ibunya karena harus tinggal dirumah yang kumuh dan kecil. Dia
sering memperbudak ibunya, bahkan Farah sering tidak mengakui ibunya dihadapan
teman-teman. Hati wanita tua itu sering teriris dengan kelakuan anaknya Farah
yang sangat kejam, bahkan sering menangis dibuat anaknya. Namun wanita tua itu
tak pernah berhenti mendoakan anaknya agar menjadi orang yang sukses.
Kini Farah sudah
merantau ke Jakarta, ibunya yang semakin tua rela diakan hidup sendiri tanpa
ada belaskasihan sedikit pun. Bahkan Farah pergi tanpa pamit ke Ibunya, dia
tidak mau tau ibunya yang akan panic mencarinya. Kini Farah sudah hidup di
Jakarta, dia bekerja di sebuah Mall ternama di Jakarta. Tak pernah sekalipun
mengabarkan Ibu nya yang ditinggalkan dikampung dalam keadaan sakit-sakitan. Di
Jakarta Farah hidup semakin jaya dan kaya. Tapi sangat disayangkan Farah tidak
mau memperhatikan Ibunya, bahkan dia lupa terhadap orang tuanya.
Dari kejauhan
wanita tua itu selalu mendoakan anak yang sangat dicintainya. Harapan untuk
melihat anaknya tahun demi tahun hanyalah sebuah impian belaka saja. Wajah nya
semakit keriput, sendi-sendinya semakin melemah, matanya mulai rabun, rambun
nya dipenuhi uban dan telinga mulai tuli. Batuk-batuk menjadi penyakit yang
dideritanya, anak satu-satunya malah meninggalkan beliau sendiri dalam keadaan
sangat kritis, lemah dan letih. Surat untuk farah selalu ditulis dilayangkan ke
Jakarta, tapi Farah tak pernah sekalipun membalas surat dari ibunya. Begitu
kejam seorang Farah, kecantikan dan kepandaian nya telah membuat lupa terhadap
seorang ibu yang telah melahirkan dan membesrkannya.
Disebuah petang
pulang dari membajak sawah wanita tua itu kelihatan sangat melemah dan dia
sekarat. Dia memanggil-mangil anaknya Farah, rasa rindu yang sekian lama
terpendam sudah tak dapat dibendung lagi. Hatinya semakin sakit dan dia semakin
murka terhadap anak yang disayanginya. Doanya yang dahulunya baik-baik hari itu
berubah menjadi sebuah doa yang sangat murka. Bahkan dia sudah tak mengakui
Farah sebagai anaknya lagi. Di malam jum’at wanita tua itu menghembuskan nafas
terakhirnya. Farah juga belum pulang dari Jakarta.
Setelah sebulan
ibunya meninggal, kehidupan Farah di Jakarta pontang-panting. Hari semakin hari
karirnya meredup dan kecanitikannya mulai tak berfungsi lagi. Dia jatuh miskin
dan tak ada yang peduli lagi. Saat itu dia mulai mengingat ibunya dan dia
pulang ke kampung halaman, ke tanah kelahirannya. Namun dia sudah tak melihat
wanita tua yang dahulu sering dimarahi dan dimaki. Ladang yang dulu selalu
dibajak kini kelihatan kering dan tak terurus. Dinding dan atap gubuknya
kelihatan sudah membolong, saat itu Farah meneteskan air mata penyesalan dan
langsung mencari-cari wajah wanita tua yang sudah hilang. Di belakang rumah
terlihat sebuah kuburan baru yang sepertinya sekitar sebulan usianya. Di batu
nisan tertulis nama Ibu yang dulu tak diakuinya. Farah semakin menyesal dan
ingin meminta maaf, tapi ibunya sudah pergi untuk selama-lamanya.
Farah tidak akan
pernah melihat wajah wanita tua itu lagi, hanya sebuah penyesalan dan kenangan
pahit yang dirasakan Farah. Kini Farah hidup kembali digubuk renta milik ibunya
dan meneruskan berladang di sawah yang dulu selalu dibajak ibunya.
0 Response to "Anak Durhaka"
Post a Comment